Hindari Bermajlis Istihza`!

5 Juli 2008

Virus mengerikan telah menjalar ke seluruh tubuh ummat islam, ada kalanya hal tersebut mampu mendatangkan kebaikan dan yang pasti adalah akan membawa dampak buruk yang sangat berbahaya bagi kaum muslimin. Virus tersebut menyebar melalui salah satu makhluk yang sangat kecil, yakni lidah yang tak bertulang. Melalui makhluk kecil mungil ini seseorang akan menjadi tinggi dan mulia derajatnya atau menjadi hina dan rendah serendah-rendahnya. Dengan sebab itu pulalah seseorang akan menjadi celaka atau selamat. Ahli hikmah menyebutkan : “keselamatan seorang insan adalah tergantung bagaimana ia menjaga lisannya”.
Di sebagian tempat-tempat berkumpul, majlis-majlis ta`lim, halaqoh-halaqoh ataupun di warung-warung kopi terkadang mudah sekali mereka mempergunakan lisan untuk hal-hal yang sangat buruk dan sesuatu yang diharamkan. Bahkan sampai-sampai kepada ucapan-ucapan yang mengakibatkan pelakunya terjerumus dalam kekufuran seperti ghibah, berdusta, memfitnah, menafsirkan ayat-ayat Allah subhanahu wata’aala ataupun hadits-hadits nabi shallallahu ‘alahi wasallam dengan tanpa didasari oleh ilmu yang benar dan tidak hanya itu saja, sampai-sampai kepada “istihzaa`” atau menghina, mencela dan merendahkan Allah subhanahu wata’aala, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya tidak lain itu semua berangkat dari niat yang jahat, hati yang sakit dan lemahnya agama yang dimiliki. Allah subhanahu wata’aala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).” (QS. al-Hujurat : 11). Makna ‘as-Sukhriyyah’ dalam ayat tersebut adalah menghina, merendahkan dan memberitahukan aib dan kekurangan-kekurangannya, terkadang dengan meniru atau mempraktekan melalui perbuatan dan ucapan, terkadang dengan isyarat atau gaya yang betujuan menghinanya.
Dan diantara bentuk ‘istihzaa’ atau penghinaan yang paling dahsyat dan sangat berbahaya adalah: Baca entri selengkapnya »


Makna Nabi Muhammad saw Sebagai Penutup Para Nabi

5 Juli 2008

Definisi Nabi Terakhir mengandung unsur-unsur yang harus diimani, yaitu:

1. Menghapus Risalah sebelumnya

Risalah sebelumnya adalah semua kitab dan hukum yang pernah diturunkan oleh Allah swt. kepada para nabi dan dikabarkan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an maupun di dalam As-Sunnah yang shahih, yaitu Shuhuf (lembaran) yang diturunkan kepada Ibrahim a.s. [lihat QS. Al-A’laa (87): 14-19 dan An-Najm (53): 36-42], Shuhuf yang diturunkan kepada Musa a.s. [lihat QS. Al-A’laa (87): 14-19 dan An-Najm (53): 36-42], Taurat yang diturunkan kepada Musa a.s. (lihat QS. Al-Baqarah (2): 53, Ali Imran (3): 3, Al-Maidah (5): 44, dan Al-An’am (6): 91], Zabur yang diturunkan kepada Daud a.s. [lihat QS. An-Nisa’ (4): 164, Al-Kahfi (18): 55, dan Al-Anbiya’ (21): 105], dan Injil yang diturunkan kepada Isa a.s. [lihat QS. Ali Imran (3): 3 dan Al-Mai’dah (5): 46].

Semua kitab-kitab tersebut hukumnya telah di-nasakh (dihapuskan) oleh Al-Qur’an, kecuali beberapa hukum dan kisah. Dan semua yang belum
di-nasakh tersebut disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an ataupun Al-Hadits

2. Membenarkan Para Nabi Sebelumnya Baca entri selengkapnya »


Rahasia Senyum Muhammad

5 Juli 2008

Ketika Anda membuka lembaran sirah kehidupan Muhammad saw., Anda tidak akan pernah berhenti kagum akan kemuliaan dan kebesaran pribadi Muhammad saw.

Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan selaras dalam setiap perilakunya, dan sikap beliau dalam menggunakan segala sarana untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam setiap kesempatan.

Sarana paling besar yang dilakukan Muhammad saw. dalam dakwah dan perilaku beliau adalah, gerakan yang tidak membutuhkan biaya besar, tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir untuk selanjutnya masuk ke relung kalbu yang sangat dalam.

Jangan Anda tanyakan efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran, menghilangkan kesedihan, membersihkan jiwa, menghancurkan tembok pengalang di antara anak manusia!. Itulah ketulusan yang mengalir dari dua bibir yang bersih, itulah senyuman!

Itulah senyuman yang direkam Al Qur’an tentang kisah Nabi Sulaiman as, ketika Ia berkata kepada seekor semut, “Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. An Naml:19

Senyuman itulah yang senantiasa keluar dari bibir mulia Muhammad saw., dalam setiap perilakunya. Beliau tersenyum ketika bertemu dengan sahabatnya. Saat beliau menahan amarah atau ketika beliau berada di majelis peradilan sekalipun.

Diriwayatkan dari Jabir dalam sahih Bukhari dan Muslim, berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah saw tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.”

Suatu ketika Muhammad saw didatangi seorang Arab Badui, Baca entri selengkapnya »


Barisan Dakwah Harus Solid

30 Mei 2008

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Dalam Al Qur’an ada satu surah namanya *Ash Shaf* artinya barisan yang kokoh. Dalam shalat berjamaah disyaratkan barisan shaf harus lurus. Karena ketidak lurusan shaf akan menyebabkan hati bercerai-berai. Dalam ayat di atas kita temukan kata *shaffa* yang artinya barisan pasukan umat Islam harus lurus dan kokoh, “ka’annahum bunyaanun marshush” (mereka seperti bangunan yang kuat, tidak tergoyahkan).

Amal Yang Paling Dicintai Allah
Imam Al Qurthuby meriwayatkan bahwa ayat di atas turun ketika para sahabat bertanya: *law na’lam ayyul a’maali ahabbu ilallahhi la’amilnaahu*(seandainya kami tahu amal yang paling Allah cintai niscaya kami akan melakukannya) lalu turunlah ayat di atas.
Benar ayat ini berkenaan dengan masalah barisan perang, tetapi pada dasarnya semua barisan sama. Baik itu barisan dalam shalat maupun barisan dalam dakwan apalagi dalam perang, itu harus solid. Karena itu Rasulullah saw. selalu mengingatkan sebelum shalat agar barisam shaf diluruskan. Bahkan Rasulullah saw. tidak pernah memulai shalatnya sampai semua barisan shaf benar-benar rapi. Perhatikan betapa makna soliditas barisan ini benar-benar sangat penting, sebagai cerminan ketaatan bagi orang-orang yang beriman.
Dari firman Allah di atas: *innallaaha yuhibu* nampak bahwa Allah benar-benar sangat mencintai barisan yang solid. Artinya sekalipun seseorang banyak melakukan ibadah ritual, seperti shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi jika dalam akhlaknya seahari-hari merusak persatuan umat Islam, itu semua tidak akan membuat Allah cinta kepadanya. Perhatikan Allah mengkaitkan cinta-Nya dengan soliditas barisan. Bahwa untuk meraih cinta Allah seorang hamba harus bersatu dengan saudaranya. Tidak boleh saling menjatuhkan, menjelekkan hanya karena perbedaan fikih atau jamaah, apalagi saling membunuh.
Karenanya kita menemukan contoh-contoh yang sangat mengagumkan dari tradisi para ulama, bahwa mereka sekalipun berbeda mazhab fikih, mereka saling menghormati di antara mereka.
Imam Ahmad mengatakan: “Aku tidak akan menjelekkan orang-orang yang mengatakan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu’ sekalipun itu sependapat dengan aku.”

Imam Syafi’ie tidak membaca qunut ketika menjadi imam di tengah masyarakat yang bermadzhab Hanafi. Ketika di tanya mengapa ia tidak membaca qunut, padahal baginya sunnah muakkadah dalam shalat subuh, Imam Sya’fii menjawab, “Aku menghormati pendapat Imam Abu Hanifah.”

Perhatikan, betapa para ulama benar-benar memahami bahwa Baca entri selengkapnya »


SEHELAI DAUN JATUH

25 April 2008

Oleh : Ahmad Hadian (Ketua DPD PKS Kab. Batu Bara – Sumatera Utara)

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
(al An’am :59)

Ma’ashirol Muslimin Rahimakumullah,
Pernahkah kita menyempatkan diri menghitung berapa helai daun yang jatuh dari pohon di halaman rumah kita? Ini mungkin terkesan sepele, sama sepelenya dengan arti sehelai daun dalam pandangan kita. Apa pentingnya bertanya seperti itu, dan sejauh apa pentingnya daun-daun pepohonan bagi kita? Di situlah masalahnya. Kita umumnya cenderung mengabaikan hal-hal yang kecil. Pohon rambutan di halaman rumah kita, misalnya, yang selalu kita perhatikan adalah sudahkah tumbuh bunganya ? Buahnya sudah masak atau belum, dan sebagainya. Sedangkan berapa helai daunnya yang jatuh, kita tentu tak pernah menghitungnya?

Namun, tidak demikian halnya dengan Allah SWT. Dalam surat Al-An’aam 59 dikatakan, Dia mengetahui setiap helai daun yang jatuh (wama tasquthu min waraqatin illaa ya’lamuha). Bayangkan, setiap helai daun Allah ketahui dengan pasti. Apa makna dari perbuatan Tuhan ini? Buat apa Tuhan menghitungi daun-daun? Apa Tuhan tidak ada kerjaan sehingga sempat-sempatnya melakukan sesuatu yang menurut pandangan kita sangat sepele itu? Makna ayat ini adalah tamsil, ini bukanlah bahwa Tuhan kurang kerjaan, tetapi bahwa apa-apa yang kita melalaikannya, Dia justru memperhatikannya. Hal-hal yang dalam pandangan kita kecil, sepele, bagi Dia tetap memiliki nilai dan arti.

Pesan pentingnya adalah, Baca entri selengkapnya »


KEPEMIMPINAN dalam PANDANGAN ISLAM

11 April 2008

Saudaraku seiman Rahimakumullah,
Selaku warga bangsa khususnya kita warga provinsi Sumatera Utara, sebentar lagi akan menghadapi sebuah pesta demokrasi yaitu pilgubsu 2008. Melalui kegiatan itu kita akan menentukan kepada siapakah tampuk kepemimpinan di provinsi ini akan kita percayakan. Didalam tashowwur / persepsi Islam, kepemimpinan adalah bagian dari syari’at Islam itu sendiri, karenanya saudaraku kaum muslimin rahimakumullah, selaku ummat Islam yang  percaya kepada syari’at agama nya wajiblah kita semua memiliki pandangan yang serius pula terhadap masalah ini dan hendaknya tidak ada seorangpun dari ummat Islam yang apatis atau masa bodoh terhadap soal kepemimpinan ini. Bahkan semestinya harus dengan sangat antusias menyongsong dan mempersiapkan langkah-langkah dengan perhitungan cermat agar kita bisa menghasilkan kepemimpinan yang baik, kepemimpinan yang sholih, kepemimpinan yang memberikan maslahat dan manfaat bagi seluruh rakyat dan kepemimpinan yang dinaungi Allah swt dengan inayah dan maghfiroh Nya. Jadi untuk itu ada beberapa hal yang harus kita sepakati dalam urusan ini.
Baca entri selengkapnya »


MENDENGAR Tapi Tak MENDENGAR

6 April 2008

Barangkali kita pernah mendapati dalam kehidupan sehari-hari kasus seorang ibu memarahi anaknya yang ketika dipanggil menjawab, “Ya bu,” tapi ia tidak segera datang menghadap sang ibu. Hingga akhirnya si ibu pun berkata, “Kamu ini mendengar apa tidak sih?” Padahal dengan adanya jawab sang anak “Ya bu,” si ibu tentunya sudah paham bahwa anaknya itu mendengar panggilannya. Ataupun ada seorang atasan yang memerintahkan kepada karyawannya untuk melakukan pekerjaan tertentu, lalu dijawab oleh sang karyawan, “Baik pak,” tetapi tugas tersebut tidak segera dilakukan, hingga tak mengherankan jika keluar ungkapan dari sang atasan, “Anda ini mendengar apa tidak?”

Mendengarkan dan Taat
Baca entri selengkapnya »


Berpikirlah, Karena Anda Masih Hidup

7 Maret 2008

Berpikirlah...Berpikir adalah sesuatu hal yang selalu kita lakukan. Setiap saat kita selalu berpikir tentang apa saja yang kita pikirkan. Kita berpikir tentang diri kita, cita-cita kita, kebutuhan kita, kesenangan kita, keluarga kita, anak-anak kita, masa depan kita, jabatan kita, dan banyak lagi yang kita pikirkan yang hanya kita sendiri yang tahu. Semua yang kita pikirkan rata-rata masalah dunia, masalah kehidupan dunia, jarang kita berpikir tentang masalah akhirat. Kadang kita bisa berpikir masalah akhirat setelah Allah membelai kita atau menegur kita dengan ujian-Nya, yang kadang ujian itu pun tidak membuat kita sadar, yang ada hanya beban berat yang kita hadapi dan frustrasi akhirnya.

Berpikir adalah bagian dari kehidupan kita, dan bisa jadi sebagai tanda dari kehidupan kita. Kita bisa dikatakan masih hidup ketika kita masih bisa berpikir. Kita akan mendapatkan ilmu pengetahuan, wawasan kita luas, sampai bisa menembus langit sekalipun itu semua karena hasil dari berpikir. Dunia dan akhirat akan kita dapatkan dengan berpikir. Barang siapa menginginkan dunia harus dengan ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat harus dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan dunia dan akhirat juga harus dengan ilmu, dan ilmu itu kita dapat dari hasil berpikir. Banyak sinyalemen-sinyalemen yang Allah berikan kepada kita semua untuk kita pikirkan, karena sinyalemen yang Allah berikan itu merupakan hudan atau petunjuk bagi kita semua didalam menempuh perjalanan hidup ini.

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad (38): 29)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah (2): 164)

Sinyalemen-sinyalemen yang Allah berikan kepada kita itu terdapat dalam Al-Qur’an dan juga di alam semesta ini, yang semuanya harus kita pikirkan untuk menghasilkan ilmu, sehingga kita akan semakin mengerti sedalam yang kita pahami. Dan perlu kita pahami pula bahwa, diantara tanda-tanda kebahagiaan dan keberhasilan itu adalah semakin ilmu itu bertambah maka akan bertambah pula kerendahan hati dan rasa belas kasihnya. Seperti mutiara yang mahal, semakin nilainya bertambah besar maka semakin dalam tempatnya di dasar laut. Dan, orang yang bijaksana akan menyadari bahwa ilmu itu adalah anugerah, yang dengan itu Allah mengujinya. Jika ia mensyukurinya dengan sebaik-baiknya maka Allah akan mengangkat derajatnya.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah (58): 11)

Ada sebuah nasihat dari jumhur ulama yang tercatat dalam kitabnya Ibnu Hajar Al-Asqalani yang berjudul “Nashaihul Ibad” di halaman ke 164 Makalah ke lima belas, yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam berpikir.

Jumhur Ulama mengatakan, sesungguhnya berpikir itu dalam 5 hal, yaitu :

1. Berpikir mengenai tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah, sehingga lahir tauhid dan keyakinan kepada Allah.

2. Berpikir mengenai kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah berikan, sehingga lahir rasa cinta dan syukur kepada Allah.

3. Berpikir tentang janji-janji Allah, sehingga lahir rasa cinta kepada akhirat.

4. Berpikir tentang ancaman Allah, sehingga lahir rasa takut kepada Allah.

5. Berpikirlah tentang sejauh mana ketaatannya kepada Allah, padahal Allah selalu berbuat baik kepadanya, sehingga lahir kegairahan dalam beribadah.

Dan sebagian ulama ahli makrifat mengatakan, “Berpikir itu bagaikan pelita hati, apabila daya berpikir itu hilang, maka hilanglah cahaya baginya.”

Maka, berpikirlah, karena dengan berpikir kita bisa keluar dari segala sesuatu yang membingungkan. Wallahu A’lam.

Sumber : http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=8&id=7645

Edisi Cetak : No. 18/Thn-8/2008, 15  Shafar  1429 H


Ketenangan Orang-Orang yang Beriman

19 Februari 2008

Foto by Khairul RM100Di dalam kehidupan ini kita akan banyak menemui bermacam-macam permasalahan, kesulitan dan cobaan. Hal-hal yang kita alami tersebut kadangkala datang dari lingkungan sekitar tempat tinggal, lingkungan perkejaan, keluarga dll. Untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan itu semua tentu dibutuhkan suatu sikap yang tenang agar segala sesuatunya dapat terselesaikan dan berjalan dengan baik sehingga tidak menzholimi orang lain.

Ternyata, permasalahan dan cobaan ini juga merupakan ujian yang datangnya dari Allah sebagai Penguji keimanan bagi hamba-hambaNya. Firman Allah dalam suroh Al Ankabut ayat 2 & 3 yang artinya:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?.” “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta”. Baca entri selengkapnya »


TAHUN BARU HIJRIAH

3 Februari 2008

DISAAT MUHARAM MULAI DILUPAKAN…

Inilah tahun baru ummat Islam. Dari sinilah pergiliran waktu dimulai setiap tahunnya sebagai kebanggaan milik ummat Islam. Sementara ini kita mungkin lebih mengenal tahun masehi atau bulan-bulan miladiyah di dalamnya (Januari – Desember ) dari pada tahun hijriyah atau bulan-bulan qomariyah di dalamnya (Muharrom-Dzulhijjah). Baca entri selengkapnya »